Facebook

Ayah Tiri Tidak Ada Hak Perwalian Nikah



http://moslimpedia.blogspot.com/
Menikahkan anak perempuan secara syar'i merupakan kuajiban orang tua terutama ayah kandungnya. Apabila ayah sudah meninggal dunia, kemudian ibunya menikah lagi sebutannya menjadi ayah tiri. Meski demikian, ayah tiri tidak memiliki hak untuk menikahkan anak perempuan dari istrinya. Wali nikah disini adalah saudara dari ibu bisa paman, atau saudara laki-laki si perempuan yang hendak menikah.

~ Ini hukum untuk pernikahan diambil dari kisah nyata yang datang dari saudari saya Aisyah (nama samaran) dari Tayu Pati Jawa Tengah ~

Permasalahan yang ada pada Aisyah :

Aisyah (21 th) bekerja di sebuah koperasi simpan pinjam (KSP) dia hanya tinggal serumah dengan ibunya, kakak laki-lakinya sudah menikah dan tinggal di luar kota.

Tidak tega melihat ibunya bekerja untuk membiayai hidup keluarga, menjadikan Aisyah harus bekerja dan menjadi tulang punggung keluarga. Apapun akan di jajani Aiyah, asal ibunuya bisa bahagia, dan kebutuhan hidup tercukupi.

Setelah ayahnya meninggal awalnya Aisyah berat menjalani hidup, karna tidak ada lagi yang menanggung kebutuhan keluarga. Setelah mendapatkan pekerjaan Aisyah mulai terbiasa hidup tanpa seorang ayah, meskipun jauh berbeda saat keluarganya masih utuh namun Aisya yakin Allah tetap akan memberikan rezeki kepadanya.

Satu tahun berlalu, ibunya yang berstatus janda di lamar orang. Ketika si ibu meminta persetujuan Aisyah selalu menolak, dengan alasan rasa sayangnya dengan almarhum ayahnya tidak bisa tergantikan. banyaknya orang yang ingin melamar ibunya, lama kelamaan Aisyah merasa ga tega melihat ibunya kesepian hingga akhirnya dengan berat hati Aisyah memberikan izin pada ibunya untuk menikah lagi.

Meskipun sudah tinggal satu rumah dengan ayah tirinya, Aisyah dalam hati tetap tidak pernah menganggap kalau itu ayahnya. Suasana rumahnya memang terdengar ramai penuh canda, hanya saja dia selalu bersikap baik dan senyum kepada ayahnya. 

Diusianya yang sudah 21 tahun, Aisyah hendak dilamar pacarnya, namun masih ada ganjalan dihatinya. Aisyah senang sekali dilamar pacarnya, namun saat prosesi adat pernikahanya tidak mau kalau ayah tirinya menjadi wali, apalagi harus sungkem dikakinya sebab menurut Aisyah dia tidak punya menikahkan apalagi menjadi wali. Tidak sudi kalau saya harus sungkem di kaki ayah tiriku, tegas Aisyah.

Mendekati hari pernikahanya, Aisyah bertanya tanya pada banyak orang. Dia menceritakanya pasal yang tidak mau kalau wali nikahnya ayah tiri, dan tidak mau sungkem di kakinya saat prosesi adat nikah di atas mimbar pengantin. 

Ayah Tiri Bukan Kerabat Jadi Tidak Bisa Menjadi Wali Nikah

Setelah Aisyah mencari pemahaman tetang siapa yang berhak menjadi wali nikahnya setelah Ayahnya, dari seorang ustadz yang masih satu kampung denganya Aisyah mendapatkan pencerahan bahwa ayah tiri bukan kerabat. Dia suami ibu, namun tidak memiliki hubungan nasab ataupun kekerabatan dengan anak tirinya. Hanya saja, ayah tiri bisa menjadi mahram bagi anak tirinya, jika sudah terjadi hubungan badan dengan ibunya.

Allah berfirman,

وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ

“(Diantara wanita yang haram dinikahi adalah) Anak-anak (perempuan) isterimu yang dalam asuhanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya.” (QS. An-Nisa’: 23)

Ayat ini menunjukkan bahwa ayah tiri adalah orang lain (bukan mahram), andaikan dia tidak menikah dengan ibu dari anak tirinya.

Berdasarkan keterangan di atas, ayah tiri tidak memiliki hak perwalian. Dia tidak bisa menjadi wali nikah anak tirinya. Memaksakan diri untuk menikahkan anak tiri, bisa menyebabkan pernikahan tidak sah, karena dia tidak berhak menjadi wali.

Dr. Abdullah Jibrin pernah ditanya hukum akad nikah, sementara ayah tiri yang menjadi wali nikahnya?

Jawaban beliau,

لا يصح هذا العقد، حيث إن زوج أمها ليس ولياً لها، وليس هو من عصبتها غالباً

”Akad semacam ini tidak sah. Karena suami ibu pengantin wanita itu, bukanlah wali baginya, dan umumnya dia bukan keluarga penerima ashabah dari wanita itu.” 

Dalam buku Fiqh Usrah, Dr. Ahmad Rayan menegaskan bahwa sebab perwalian ada 5:
  1. Perwalian karena sebab perbudakan, seperti seorang tuan menjadi wali untuk pernikahan budak perempuannya
  2. Perwalian karena sebab kekerabatan, mencakup perwalian karena nasab, seperti ayah, kakek dan seterusnya ke atas, atau perwalian karena hubungan warisan ashabah, seperti saudara, atau paman.
  3. Perwalian karena sebab wasiat. Ini terjadi ketika wali yang paling berhak mewasiatkan (mewakilkan) kepada orang lain untuk menjadi wakilnya.
  4. Perwalian karena sebab jabatan di masyarakat. Pejabat resmi pemerintah (hakim) yang berwenang dalam urusan pernikahan, berhak menjadi wali bagi wanita yang tidak memiliki wali.
  5. Perwalian karena sebab agama. Dalam arti seorang muslim bisa menjadi wali bagi muslimah yang bukan keluarganya, dengan syarat, empat jenis wali sebelumnya, tidak ada. Misalnya wanita yang tidak memiliki wali, sementara dia tinggal di negeri kafir yang tidak ada hakim muslim yang layak menangani masalah ini.
Referensi : - QS. An-Nisa’: 23
                - Fiqh Usrah, hlm. 108
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 comments:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com